Barista Harus Lebih Berani Explore
Jadi beberapa waktu lalu gue menyempatkan
diri datang ke acara Duta Borneo Coffee Festival 2018 (DBCF) yang diadakan di Atrium
Dutta Mall Banjarmasin, acara ini sebenarnya udah dimulai sejak tanggal 22
november – 25 november 2018. Tapi sayangnya gue baru bisa berhadir pas hari
terakhir acara, karena harus menyiapkan akreditasi sekolah yang hampir dua
minggu ini menyita waktu. Hmm.. malah curhat. Oke, lanjut.
Acara festival kopi sebenarnya
sudah cukup sering diadakan di Banjarmasin, tapi menurut gue acar kopi yang
paling seru adalah waktu yang pertama kali diadakan di halaman kantor Bank
Mandiri tahun 2017 lalu, dan yang kali ini juga tidak kalah seru karena festival
kopi kali ini dibuka langsung oleh Wali Kota Banjarmasin, Bapak Ibnu Sina. Tapi
ya tetep aja gue gak bisa berhadir diacara pembukaan. Hmm…
Gue baru bisa hadir dihari
terakhir festival dan kebetulan dihari terakhir itu adalah final kompetisi Brewer
Battle dan Latte Art Throwdown. Buat kali yang nggak tahu, Brewer Battle adalah
kompetisi bikin kopi hitam atau bikin kopi dengan menggunakan alat manual, dan
metode yang dilombakan adalah V60. Lalu Latte Art Throwdown adalah kompetisi
bikin gambar pada kopi, ya kalau yang ini gue yakin kalian pasti sudah pada
tahu.
Selain diadakan kompetisi untuk
merampaikan festival kopi tahun ini, dalam rangkaian acaranya juga ada Coffee
Talkshow yang diisi langsung oleh juri yang sudah tidak asing lagi dikalangan
pecinta kopi. Ada Viki Irama Rahardja merupakan finalise Indonesia Latte Art
Champ 2014, kalau yang ini gue nggak terlalu kenal sih hhe. Dan satu yang
bener-bener nggak asing dan gue kenal banget sama dia, Pak Sivaraja dari
Amstirdam Coffee Malang.
Pak Sivaraja sendiri sudah tiga
kali datang ke Kalimantan Selatan, pertama waktu Festival Kopi Mandiri, kedua
di Hulu Sungai, dan di DBCF 2018 ini kali ketiga beliau datang sebagai juri. Gue
sendiri pernah sekali datang ke kedai kopi beliau saat di Malang. Dan… ahh,
sumpah kopi nya enak banget. Nanti gue ceritakan tentang Amstirdam dilain
tulisan.
Singkat cerita di festival kopi
kali ini gue mendapatkan kesempatan ngobrol sebentar dengan Pak Sivaraja, dan
semoga nantinya ini bisa menjadi pengalaman atau masukan untuk teman-teman barista
atau pecinta kopi, khususnya di tempat gue sendiri.
Perkemabangan Pesat Industri Kopi di Kalimantan Selatan
Sejak pertama diselenggarakannya Festival
Kopi besar di tahun 2017 lalu dan diadakannya kompetisi kopi untuk barista dan
non barista di Banjarmasin, membuat perkembangan industri kopi di tempat ini cukup
melejit dan membuat banyak orang ingin lebih tahu lagi tentang kopi.
Dan sejak 2016 sampai sekarang
sudah cukup banyak kedai kopi bertebaran dimana-mana, baik yang membuat kedai
kecil atau punyang besar. Bahkan jaraknya kadang tidak terlalu jauh antara satu
kedai dengan kedai kopi lainnya.
Namun terlepas dari seberapa
banyak kedai yang ada, setiap kedai kopi sudah punya penikmatnya masing-masing.
Barista Harus Berani Meng-exsplore
Bukan hanya dilihat dari jumlah kedai
kopi yang mengisi tenant di acara DBCF. Jumlah peserta yang ikut setiap ada
kompetisi kopi diadakan pun selalu bertambah. Bahkan andai kompetisi bersifat
umum dan waktu pendaftaran yang lebih lama bisa jadi banyak orang yang ingin
mengikuti kompetisi ini baik yang memiliki profesi barista atau hanya penyeduh
rumahan.
Ada pesan dari Pak Sivaraja
sewaktu acara DBCF kemarin setelah acara selesai “Para bartista harus lebih
berani lagi exsplore kopi yang mereka buat, karena kemarin kami sempat
kebingungan sewaktu penilaian. Ada dua gelas kopi yang rasanya sama-sama enak
dan tipis banget perbedaannya, sehingga membuat kami agak kebingungan untuk
memilih kopi mana yang layak lolos.”
Kata beliau juga, hal ini mungkin
terjadi karena barista pengen cari aman. Hehe… mereka udah tahu titik aman biji
kopi yang mereka dapat, namun sebenarnya bukan itu yang dicari juri. Keberanian
para barista dalam mengekspoler kopi nya adalah yang dicari dalam kompetisi kali
ini.
Model Cara Penilaian
Kata pemilik Amstirdam Coffee yang
merangkap menjadi Coffee roaster ini juga bilang “Mungkin nanti
kita harus bikin kompetisi dengan penilaan yang berbeda” gini maksudnya,
kelemahan sistem penilaian kemarin adalah saat bertemunya sesame kompetitor
yang memiliki skil bagus namun ketemu diawal pertandingan.
Simpelnya mungkin kayak fase grup
sepak bola yang diisi oleh club neraka, anggap saja di grup A ada Juventus, Borussia
Dorthmund, Barcelona, dan Manchester City. Semua grup papan atas masuk dalam
satu grup yang sama dan cuman dua teratas yang lolos, lalu dua sisanya harus
gugur. Jelas gak asik banget pas kita nonton babak enam belas besar, karena
club-club besar udah gugur duluan.
Nah, kayak gitu juga dalam
kompetisi kopi kemarin. Mungkin nanti kudu dilakukan cara penilan lain biar juri
bener-bener dibikin galau memilih kopi mana yang layak menjadi juara.
Oiya, sekali lagi gue ingetin tulisa
diatas adalah hasil ngobrol santai nan singkat gue dan Pak Sivaraja yang sekaligus
jadi juri Brewer Battle. Jadi tulisan soal penilaan juga buat yang Brewer
Battle, sayang banget gak sempet ngobrol sama Bang Viki. Itu juga kemarin di
bantu sama Obob, kalau nggak mungkin enggak kesampaan ngobrol sama Pak
Sivaraja. Thank you, bro!
Semoga tulisan ini bisa menjadi pengalaman
dan masukan untuk kita semua. Salam seruput!
Photo by: @sahabatair