Kalem Aja
Bismillah...
Sebelum kalian membaca tulisan
ini gue meminta maaf kalau ditulisan kali ini gue terkesan merasa sok tau. Tapi
tujuan sebenarnya dalam tulisan ini hanyalah sebuah ungkapan dan ajakan agar
kita (terutama gue sendiri) bisa jadi generasi yang kalem, adem ayem, dan selalu berdamai dengan masa lalu. Halah.
Ada yang liat pertandingan sepak bola
Asian Game cabang sepak bola kemarin? Antara Indonesia Vs UEA, skor
pertandingan waktu itu adalah 2-2 berlanjut ke babak extra time lalu berakhir
dengan adu penalti. Walau endingnya Timnas kita harus menelan kekalahan dan
tidak bisa melanjutkan pertandingan, namun permainan kemarin menurut gue adalah
yang luar biasa. Gue nggak melihat pemain kita (Indonesia) bermain seada-adanya,
mereka gak gampang menyerah dan justru malah pemain UEA yang keliatan kayak
lagi ngelakuin pertunjukan drama.
Hmm.... emosi Bapak.
Nah, setelah usai pertandingan
tau siapa yang jadi sorotan? Yap, pas gue ngecek komentar di salah satu
postingan instagram akun sepak bola, komentar teratas yang banyak like dan
interaksi adalah isi komentar orang yang nyalah-nyalahi kiper Timnas; Andritany
Ardhiyasa.
Gak gampang cuy buat nangkap
tendangan pinalti! Jaraknya deketttt. Gak cuman kiper, yang nendang juga gugup
bukan main. Taruhannya nama Negara!
TUHKAN EMOSI LAGI GUE!
*santai dit, santai..*
Dari sini gue mikir. Bahwa
semakin maju sebuah tehnologi, semakin mudah pula menyampai aspirasi, dan
semkain mudah pula untuk menyampaikan
hal unfaedah. Terutama nge’justmen seseorang dengan cara
mengeluarkan komentar negatif, merasa diri paling bener sejagat raya lalu ujunhnya
menyalahkan orang lain, seolah-olah dia adalah pengatur alam semesta, dimana setiap
ucapanya adalah kemungkinan yang seharusnya terjadi.
Walaupun gak semuanya, masih
banyak orang berhati mulia di dunia ini yang kasih komentar baik untuk mereka
yang berjuang. Tapi kadang gue selalu gak habis pikir tentang mereka yang suka justmen.
Berpendapat memang sangat
diperbolehkan di Negara ini, namun jangan sampai jejak yang ditinggalkan
terdapat konotasi negatif. Gak ada untungnya, dosa mungkin iya.
Tidak hanya soal komentar...
Postingan juga. Maaf maaf sebelumnya, terutama masalah Agama.
Entah kenapa hal yang harusnya tidak
perlu ada sejak Indonesia merdeka 73 tahun lalu ini malah menjadi pedang paling
banyak digunakan oleh masyarakatnya sendiri “Agama”. Kayak kemarin ketika Jojo
(Jonatan Christie) mendapatkan mendali emas diajang Asian Game cabang
bulutangkis tunggal putra.
Miris emang, entah yang kasih
komentar emang orang aslinya atau cuman akun palsu. Yang pasti hal kayak gini
tidak dibenarkan.
Dan ngomongin soal Agama, khususnya
Agama yang gue yakini; Islam, menjadi topik yang tidak pernah habis dibahas. Dan
lucunya saling menyalahkan padahal sesama muslim.
Jadi gue punya temen, dia posting
hadist di story instagram nya, gak lama posting tiba-tiba ada temennya yang
kasih komentar negatif di direct message. Intinya dia menyalahkan apa yang diposting
teman gue, padahal yang menyalahkan bukan Ustadz atau ahli Agama.
Semakin dewasa gue jadi makin
sering menemukan teman-teman gue yang berdebat soal Agama yang endingnya mereka
bisa gak berteman lagi, padahal kami
sujud di kiblat yang sama. Sedih? Jangan tnaya.
Sewaktu gue mendapatkan
kesempatan Umroh bersama keluarga dulu, jujur diawal-awal gue nggak konsen
ketika sholat di masjid. Gimana gak, gue ketemu berbagai macam cara sholat orang
saat berdiri tegak menghadap kiblat. Misal tangann di tengah antara dada dan pusat (umumnya),
ada yang di atas dada, ada yang diperut, bahkan ada yang tangannya lurus aja ke
sampaing badannya (bersikap tegak). Ada banyak lagi yang lainnya, namun apa
mereka berdebat? Tidak. Mereka punya pegangan dan bukti masing-masing.
Kadang ketika menemukan hal yang
tidak pernah kita jumpai sebelumnya terlihat aneh bagi kita, apa lagi kalau
kebiasaan emang mikir negarif. Beuh, abis tuh pasti diomongin yang enggak-enggak.
Ada yang pakai cadar langsung dicurigai, janggutan disangka teroris, dan sebagainya.
Bukan kah dinegera ini sudah mengatur
disila ketiga “Persatuan Indonesia” berbeda agama, suku, bahasa namun tetap
satu, lantas agama satu Islam dan isi nya yang berbeda namun tetap memiliki landasan, harus saling menyalahkan? Mungkin orang-orang yang tidak bisa saling memahami dan
memaklumi perlu pindah planet.
“Ketika kita merasa paling benar, disanalah sebenarnya kita adalah yang paling salah.”